Penerapan dan Contoh Penghitungan Harga Wajar dengan Cost Plus Method

Calculator Calculation Insurance  - stevepb / Pixabay

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011, dalam penentuan metode harga wajar atau laba wajar wajib dilakukan kajian untuk menentukan metode yang paling sesuai (the most appropriate method) yang di dalamnya terdapat lima metode yang dapat diterapkan dalam penentuan harga wajar. Salah satu metode yang dimaksud adalah Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method/CPM). Pada artikel ini akan dibahas:

Metode Cost Plus

Metode CPM adalah metode penentuan harga jual dengan menambahkan keuntungan yang diharapkan untuk semua biaya masa depan manufaktur dan pemasaran produk. Dalam metode ini, penjual atau produsen menetapkan harga jual satu unit barang menjadi total biaya per unit ditambah jumlah untuk menutupi keuntungan yang diinginkan unit (disebut margin). Dalam menetapkan harga biaya plus, perusahaan bisa menambahkan biaya material langsung, biaya overhead, hingga biaya tenaga kerja.

Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode CPM antara lain adalah: 

  1. barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan Istimewa;
  2. terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau 
  3. bentuk transaksi adalah penyediaan jasa. 

Langkah-Langkah Penerapan Metode Cost Plus

Penerapan CPM dilakukan dengan membandingkan tingkat laba kotor pihak independen yang melakukan transaksi sejenis dengan biaya yang ditanggung pada transaksi afiliasi. Adapun rasio dalam menghitung tingkat laba kotor CPM dapat dilakukan dengan cara: 

Gross Mark Up = Laba Kotor : Harga Pokok Penjualan 

Pada metode ini, sering dilakukan penyesuaian atas beberapa hal yaitu: 

  1. struktur biaya
  2. siklus bisnis
  3. efisiensi manajemen
  4. faktor lain yang secara material memengaruhi mark-up laba kotor

Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis perjanjian jual-beli jangka panjang, penjualan barang setengah jadi, aktivitas jasa maklon dan contract manufacturing, contract R&D, dan sebagainya. 

Metode biaya-plus pada transaksi penjualan barang/jasa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

  1. Melakukan Analisis Kesebandingan

Dalam penerapan metode biaya-plus, harus diperhatikan faktor-faktor kesebandingan antara transaksi afiliasi dengan transaksi independen, antara lain karakteristik Barang dan Jasa. Dalam metode biaya-plus, perbedaan pada karakteristik barang dan jasa umumnya tidak memiliki pengaruh material terhadap gross mark-up. Walaupun perbedaan barang atau jasa dapat ditoleransi, kesebandingan karakteristik barang dan jasa antara transaksi afiliasi dengan transaksi independen tetap harus diperhatikan. Perbedaan yang terlalu jauh pada karakteristik barang dan jasa cenderung menunjukkan adanya perbedaan fungsi, aset dan risiko yang memiliki pengaruh material terhadap gross mark-up.

  1. Analisis Fungsi

Untuk metode biaya-plus, kesebandingan atas fungsi, aset dan risiko antara transaksi afiliasi dan transaksi independen lebih ditekankan dibandingkan dengan kesebandingan atas karakteristik barang dan jasa. Transaksi afiliasi dengan transaksi independen dapat dikatakan tidak sebanding apabila terdapat perbedaan fungsi, aset, dan risiko yang signifikan. Umumnya perbedaan risiko yang signifikan mencerminkan perbedaan remunerasi yang diharapkan (expected return).

  1. Konsistensi Standar Akuntansi

Hal penting lainnya dalam penggunaan metode biaya-plus adalah gross mark-up yang diperbandingkan memiliki keterkaitan dengan basis biaya (cost base). Konsistensi struktur biaya menjadi aspek yang penting karena terdapat kemungkinan adanya perbedaan perlakuan akuntansi pada setiap negara bahkan antar perusahaan dalam negara yang sama.

  1. Faktor Kesebandingan Lainnya

Perbedaan ketentuan kontrak, strategi bisnis, serta keadaan ekonomi juga merupakan faktor-faktor kesebandingan yang penting dalam penerapan metode biaya-plus. 

Contoh Kasus Penentuan Harga Wajar dengan Metode Cost Plus

SMO Industry Corp. adalah perusahaan holding (holding company) yang berkedudukan di Negara A. SMO Industry Corp. merupakan perusahaan multinasional yang menguasai 100% saham di PT SMO Indonesia (manufaktur) yang berkedudukan di Indonesia, dan juga menguasai 80% saham SMO Ltd. (distributor) yang berkedudukan di Negara C. Pada Tahun Pajak 2021, PT SMO Indonesia memproduksi dua jenis produk yang diberi kode XS130 dan JX270. 

Bahan baku untuk memproduksi produk XS130 dan JX270 dibeli dari pihak independen. Seluruh produk XS130 dijual kepada SMO Ltd. Sedangkan produk JX270 dijual kepada distributor independen yang berkedudukan di Negara D. PT SMO Indonesia menjual XS130 dengan harga USD250.00/unit, sedangkan kepada pihak independen PT SMO Indonesia menjual JX270 dengan harga USD230.00/unit. Laba bersih usaha SMO Ltd. adalah sebesar 25%. Tidak terdapat perbedaan fungsi yang dilakukan, aset/harta yang digunakan, risiko yang ditanggung, persyaratan kontrak, strategi bisnis serta kondisi ekonomi ketika bertransaksi dengan SMO Ltd. maupun dengan pihak independen. Pada Tahun 2022, PT SMO Indonesia sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP Madya Jakarta Selatan atas SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2021. 

Adapun laporan Laba Rugi PT SMO Indonesia Tahun Pajak 2021 adalah sebagai berikut:

Penjualan = USD 450,000

Harga Pokok Penjualan = USD 380,000

Laba kotor = USD   70,000

Biaya operasi = USD   45,000

Laba (rugi) bersih usaha = USD   25,000

Setelah dilakukan segmentasi terhadap Laba Rugi PT SMO Indonesia diperoleh informasi sebagai berikut: 

 SMO Industry Corp. (USD)Distributor Independen (USD)
Penjualan 
Afiliasi (1000 x USD 250.00)
Independen (900 x USD 230.00)
250,000 207,000
Harga Pokok Penjualan 210,000160,000
Laba Kotor40,00047,000
Gross Mark Up (Laba Kotor : HPP)19,05%29,38%

Karena terdapat pembanding internal yang andal maka pembanding internal tersebut dapat digunakan. Oleh karena itu, penghitungan Arm’s Length Price (ALP) adalah sebagai berikut:

ALP = Costs + (Gross Mark-Up Independen x Costs)

ALP = USD 210,000 + (29.38% x 210,000)

ALP = USD 210,000 + USD 61,698 

ALP = USD 271,698

Nilai penjualan wajar = USD 271,698

Nilai penjualan kepada SMO Ltd. = USD 250,000

Koreksi positif atas penjualan = USD 21,698

Dengan demikian, nilai jual wajar atas penjualan produk PT SMO Indonesia kepada SMO Ltd seharusnya sebesar USD 271,698.00 bukan USD 250,000.00 sehingga kantor pajak melakukan koreksi positif atas harga jual tersebut sebesar USD 21,698.00

Categories: Studi Kasus

Artikel Terkait